Waspada Es Batu dari Air Mentah
JAKARTA -- Saat cuaca panas terik, memang nikmat minum segelas
minuman dingin lengkap dengan es batu. Jika kita minum air dingin dengan
es batu di rumah, sudah pasti akan terjamin kesehatannya karena kita
membuat es batu sendiri dengan air matang yang sudah dimasak.
Tapi,
apabila Anda membelinya di luar rumah, di jalan atau di restoran apakah
sudah terjamin keamanannya? Apakah air yang digunakan untuk membuat es
batu adalah air matang? Jawabannya belum pasti air matang.
Menurut Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI, Dr Roy A.
Sparringa, M.App.Sc, bahan baku untuk membuat es batu itu bervariasi.
Tapi,
penggunaan es batu dengan air mentah memang masih memprihatinkan. Salah
satu sumber cemaran kuman utama dari yang kita konsumsi berasal dari es
batu tersebut.
"Untuk itu kami sangat concern dengan keamanan dari es batu," ujarnya kepada Republika melalui pesan singkatnya, Senin (24/11).
Jika bahan yang digunakan untuk membuat es batu adalah air mentah, lanjut Roy, dampaknya tentu bisa berisiko bagi kesehatan.
Jika
air tersebut mengandung patogen, tentu berdampak buruk bagi yang
mengkonsumsinya. "Patogen justru dapat bertahan lama dalam es batu,"
ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Roy juga pernah mengingatkan ada
beberapa pangan jajan anak sekolah (PJAS) yang tidak memenuhi syarat dan
mengandung bahan berbahaya.
Ada pula yang menggunakan bahan
tambahan pangan melebihi batas yang diizinkan. Sejumlah kudapan bahkan
memiliki kualitas mikrobiologi yang buruk.
Data BPOM hingga
semester satu tahun 2013 menunjukkan kudapan yang angka mikrobiologinya
buruk masih sangat tinggi yakni 76 persen.
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/14/11/24/nfjech-waspada-es-batu-dari-air-mentah-1
Jumat, 09 Januari 2015
Rahasia di Balik Penemuan Kacamata
Rahasia
di Balik Penemuan Kacamata
Kacamata
merupakan salah satu penemuan terpenting dalam sejarah kehidupan umat manusia.
Setiap peradaban mengklaim sebagai penemu kacamata. Akibatnya, asal-usul
kacamata pun cenderung tak jelas dari mana dan kapan ditemukan.
Lutfallah Gari, seorang peneliti sejarah sains dan teknologi Islam dari Arab Saudi mencoba menelusuri rahasia penemuan kacamata secara mendalam. Ia mencoba membedah sejumlah sumber asli dan meneliti literatur tambahan. Investigasi yang dilakukannya itu membuahkan sebuah titik terang. Ia menemukan fakta bahwa peradaban Muslim di era keemasan memiliki peran penting dalam menemukan alat bantu baca dan lihat itu.
Lewat tulisannya bertajuk The Invention of Spectacles between the East and the West, Lutfallah mengungkapkan, peradaban Barat kerap mengklaim sebegai penemu kacamata. Padahal, jauh sebelum masyarakat Barat mengenal kacamata, peradaban Islam telah menemukannya. Menurut dia, dunia Barat telah membuat sejarah penemuan kacamata yang kenyataannya hanyalah sebuah mitos dan kebohongan belaka.
''Mereka sengaja membuat sejarah bahwa kacamata itu muncul saat Etnosentrisme,'' papar Lutfallah. Menurut dia, sebelum peradaban manusia mengenal kacamata, para ilmuwan tdari berbagai peradaban telah menemukan lensa. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya kaca.
Lensa juga dikenal pada beberapa peradaban seperti Romawi, Yunani, Hellenistik dan Islam. Berdasarkan bukti yang ada, lensa-lensa pada saat itu tidak digunakan untuk magnification (perbesaran), tapi untuk pembakaran. Caranya dengan memusatkan cahaya matahari pada fokus lensa/titik api lensa.
Oleh karena itu, mereka menyebutnya dengan nama umum "pembakaran kaca/burning mirrors". ''Hal ini juga tercantum dalam beberapa literatur yang dikarang sarjana Muslim pada era peradaban Islam,'' tutur Lutfallah. Menurut dia, fisikawan Muslim legendaris, Ibnu al-Haitham (965 M-1039 M), dalam karyanya bertajuk Kitab al-Manazir (tentang optik) telah mempelajarai masalah perbesaran benda dan pembiasan cahaya.
Ibnu al-Haitam mempelajari pembiasan cahaya melewati sebuah permukaan tanpa warna seperti kaca, udara dan air. "Bentuk-bentuk benda yang terlihat tampak menyimpang ketika terus melihat benda tanpa warna". Ini merupakan bentuk permukaan seharusnya benda tanpa warna," tutur al-Haitham seperti dikutip Lutfallah.
Inilah salah satu fakta yang menunjukkan betapa ilmuwan Muslim Arab pada abadke-11 itu telah mengenali kekayaan perbesaran gambar melalui permukaan tanpa warna. Namun, al-Haitham belum mengetahui aplikasi yang penting dalam fenomena ini. Buah pikir yang dicetuskan Ibnu al-Haitham itu merupakan hal yang paling pertama dalam bidang lensa.
Paling tidak, peradaban Islam telah mengenal dan menemukan lensa lebih awal tiga ratus tahun dibandingkan Masyarakat Eropa. Menurut Lutfallah, penemuan kacamata dalam peradaban Islam terungkap dalam puisi-puisi karya Ibnu al-Hamdis (1055 M- 1133 M). Dia menulis sebuah syair yang menggambarkan tentang kacamata. Syair itu ditulis sekitar200 tahun, sebelum masyarakat Barat menemukan kacamata. Ibnu al-Hamdis menggambarkan kacamata lewat syairnya antara lain sebagai berikut:
''Benda bening menunjukkan tulisan dalam sebuah buku untuk mata, benda bening seperti air, tapi benda ini merupakan batu. Benda itu meninggalkan bekas kebasahan di pipi, basah seperti sebuah gambar sungai yang terbentuk dari keringatnya,'' tutur al-Hamdis.
Al-Hamdis melanjutkan, ''Ini seperti seorang yang manusia yang pintar, yang menerjemahkan sebuah sandi-sandi kamera yang sulit diterjemahkan. Ini juga sebuah pengobatan yang baik bagi orang tua yang lemah penglihatannya, dan orang tua menulis kecil dalam mata mereka.''
Syair al-Hamids itu telah mematahkan klaim peradaban Barat sebagai penemu kacamata pertama. Pada puisi ketiga, penyair Muslim legendaris itu mengatakan, "Benda ini tembus cahaya (kaca) untuk mata dan menunjukkan tulisan dalam buku, tapi ini batang tubuhnya terbuat dari batu (rock)".
Selanjutnya dalam dua puisi, al-Hamids menyebutkan bahwa kacamata merupakan alat pengobatan yang terbaik bagi orang tua yang menderita cacat/memiliki penglihatan yang lemah. Dengan menggunakan kacamata, papar al-Hamdis, seseorang akan melihat garis pembesaran.
Dalam puisi keempatnya, al-Hamdis mencoba menjelaskan dan menggambarkan kacamata sebagai berikut: "Ini akan meninggalkan tanda di pipi, seperti sebuah sungai". Menurut penelitian Lutfallah, penggunaan kacamata mulai meluas di dunia Islam pada abad ke-13 M. Fakta itu terungkap dalam lukisan, buku sejarah, kaligrafi dan syair.
Dalam salah satu syairnya, Ahmad al-Attar al-Masri telah menyebutkan kacamata. "Usia ua datang setelah muda, saya pernah mempunyai penglihatan yang kuat, dan sekarang mata saya terbuat dari kaca." Sementara itu,sSejarawan al-Sakhawi, mengungkapkan, tentang seorang kaligrafer Sharaf Ibnu Amir al-Mardini (wafat tahun 1447 M). "Dia meninggal pada usia melewati 100 tahun; dia pernah memiliki pikiran sehat dan dia melanjutkan menulis tanpa cermin/kaca. "Sebuah cermin disini rupanya seperti lensa,'' papar al-Sakhawi.
Fakta lain yang mampu membuktikan bahwa peradaban Islam telah lebih dulu menemukan kacamata adalah pencapaian dokter Muslim dalam ophtalmologi, ilmu tentang mata. Dalam karanya tentang ophtalmologi, Julius Hirschberg , menyebutkan, dokter spesialis mata Muslim tak menyebutkan kacamata. ''Namun itu tak berarti bahwa peradaban Islam tak mengenal kacamata,'' tegas Lutfallah. desy susilawati
Eropa dan Penemuan Kacamata
Pada abad ke-13 M, sarjana Inggris, Roger Bacon (1214 M - 1294 M), menulis tentang kaca pembesar dan menjelaskan bagaimana membesarkan benda menggunakan sepotong kaca. "Untuk alasan ini, alat-alat ini sangat bermanfaat untuk orang-orang tua dan orang-orang yang memiliki kelamahan pada penglihatan, alat ini disediakan untuk mereka agar bisa melihat benda yang kecil, jika itu cukup diperbesar," jelas Roger Bacon.
Beberapa sejarawan ilmu pengetahuan menyebutkan Bacon telah mengadopsi ilmu pengetahuannya dari ilmuwan Muslim, Ibnu al-Haitam. Bacon terpengaruh dengan kitab yang ditulis al-Haitham berjudul Ktab al-Manazir Kitab tentang Optik. Kitab karya al-Haitham itu ternyata telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.
Ide pembesaran dengan bentuk kaca telah dicetuskan jauh sebelumnya oleh al-Haitham. Namun, sayangnya dari beberapa bukti yang ada, penggunaan kaca pembesar untuk membaca pertama disebutkan dalam bukunya Bacon.
Julius Hirschberg, sejarawan ophthalmologi (ilmu pengobatan mata), menyebutkan dalam bukunya, bahwa perbesaran batu diawali dengan penemuan kaca pembesar dan barulah kacamata tahun 1300 atau abad ke-13 M. "Ibnu al-Haitham hanya melakukan penelitian mengenai pembesaran pada abad ke - 11 M," cetusnya Hirschberg.
Kacamata pertama disebutkan dalam buku pengobatan di Eropa pada abad ke-14 M. Bernard Gordon, Profesor pengobatan di Universitas Montpellier di selatan Perancis, mengatakan di tahun 1305 M tentang tetes mata (obat mata) sebagai alternatif bagi orang-orang tua yang tidak menggunakan kacamata.
Tahun 1353 M, Guy de Chauliac menyebutkan jenis obat mata lain untuk menyembuhkan mata, dia mengatakan lebih baik menggunakan kacamata jika obat mata tidak berfungsi.
Selain para ilmuwan di atas, adapula tiga cerita yang berbeda disebutkan oleh sarjana Italia, Redi (wafat tahun 1697). Cerita pertama, disebutkan dalam manuskrip Redi tahun 1299 M. Disebutkan dalam pembukaan bahwa pengarang adalah orang yang sudah tua dan tidak bisa membaca tanpa kacamata, yang ditemukan pada zamannya.
Cerita kedua, juga diceritakan oleh Redi, menunjukkan bahwa kacamata disebutkan dalam sebuah pidato yang jelas tahun 1305 M, dimana pembicara mengatakan bahwa perlatan ini ditemukan tidak lebih cepat dari 20 tahun sebelum pidato tersebut diungkapkan.
Cerita ketiga, menyebutkan bahwa biarawan (the monk) Alexander dari Spina (sebelah timur Itali) belajar bagaimana menggunakan kacamata. Dia wafat tahun 1313 M.
Akhirnya tiga versi cerita berbeda tersebut menyebarluas, karena banyak buku lain yang mengadopsi cerita-cerita yang disebutkan Redi setelah dia wafat. Namun, beberapa sejarahwan ilmu pengetahuan mengatakan bahwa Redi telah membuat cerita bohong dan mereka tidak percaya.
Bahkan, dalam buku Julius Hirschberg, juga disebutkan tentang cerita Redi itu, ditulis antara tahun 1899 dan 1918 di Jerman dan banyak informasi yang sudah tua dan banyak yang diperbaharui. Buku tersebut kemudian diterjemahkan (tanpa revisi) ke dalam bahasa Inggris dan dipublikasikan tahun 1985. Hasilnya, cerita Redi menyebar di Inggris, artikel penelitian itu ditolak kebenaran ceritanya dan ini ditolak Julius Hirschberg.
Beberapa cerita bohong lain juga ditulis oleh seorang jurnalis di pertengahan abad ke 19 M. Dia mengklaim Roger Bacon merupakan penemu kacamata seperti. Bahkan ia juga menyebutkan bahwa biarawan (the Monk) Alexander juga telah diajarkan Roger Bacon bagaimana menggunakan kacamata. Kabar ini tentu saja dengan cepat menyebar.
Kebohongan lain juga terlihat pada sebuah nisan. Seorang pengarang menunjukkan bahwa sebuah nisan di kuburan Nasrani yang berada di gereja, tertulis sebuah kalimat, "disini beristirahat Florence, penemu kacamata, Tuhan mengampuni dosanya, tahun 1317". Masih banyak cerita atau mitos lainnya tentang penemu dan pembuatan kacamata di Eropa. Semua mengklaim sebagai penemu pertama alat bantu baca dan melihat itu.
Lutfallah Gari, seorang peneliti sejarah sains dan teknologi Islam dari Arab Saudi mencoba menelusuri rahasia penemuan kacamata secara mendalam. Ia mencoba membedah sejumlah sumber asli dan meneliti literatur tambahan. Investigasi yang dilakukannya itu membuahkan sebuah titik terang. Ia menemukan fakta bahwa peradaban Muslim di era keemasan memiliki peran penting dalam menemukan alat bantu baca dan lihat itu.
Lewat tulisannya bertajuk The Invention of Spectacles between the East and the West, Lutfallah mengungkapkan, peradaban Barat kerap mengklaim sebegai penemu kacamata. Padahal, jauh sebelum masyarakat Barat mengenal kacamata, peradaban Islam telah menemukannya. Menurut dia, dunia Barat telah membuat sejarah penemuan kacamata yang kenyataannya hanyalah sebuah mitos dan kebohongan belaka.
''Mereka sengaja membuat sejarah bahwa kacamata itu muncul saat Etnosentrisme,'' papar Lutfallah. Menurut dia, sebelum peradaban manusia mengenal kacamata, para ilmuwan tdari berbagai peradaban telah menemukan lensa. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya kaca.
Lensa juga dikenal pada beberapa peradaban seperti Romawi, Yunani, Hellenistik dan Islam. Berdasarkan bukti yang ada, lensa-lensa pada saat itu tidak digunakan untuk magnification (perbesaran), tapi untuk pembakaran. Caranya dengan memusatkan cahaya matahari pada fokus lensa/titik api lensa.
Oleh karena itu, mereka menyebutnya dengan nama umum "pembakaran kaca/burning mirrors". ''Hal ini juga tercantum dalam beberapa literatur yang dikarang sarjana Muslim pada era peradaban Islam,'' tutur Lutfallah. Menurut dia, fisikawan Muslim legendaris, Ibnu al-Haitham (965 M-1039 M), dalam karyanya bertajuk Kitab al-Manazir (tentang optik) telah mempelajarai masalah perbesaran benda dan pembiasan cahaya.
Ibnu al-Haitam mempelajari pembiasan cahaya melewati sebuah permukaan tanpa warna seperti kaca, udara dan air. "Bentuk-bentuk benda yang terlihat tampak menyimpang ketika terus melihat benda tanpa warna". Ini merupakan bentuk permukaan seharusnya benda tanpa warna," tutur al-Haitham seperti dikutip Lutfallah.
Inilah salah satu fakta yang menunjukkan betapa ilmuwan Muslim Arab pada abadke-11 itu telah mengenali kekayaan perbesaran gambar melalui permukaan tanpa warna. Namun, al-Haitham belum mengetahui aplikasi yang penting dalam fenomena ini. Buah pikir yang dicetuskan Ibnu al-Haitham itu merupakan hal yang paling pertama dalam bidang lensa.
Paling tidak, peradaban Islam telah mengenal dan menemukan lensa lebih awal tiga ratus tahun dibandingkan Masyarakat Eropa. Menurut Lutfallah, penemuan kacamata dalam peradaban Islam terungkap dalam puisi-puisi karya Ibnu al-Hamdis (1055 M- 1133 M). Dia menulis sebuah syair yang menggambarkan tentang kacamata. Syair itu ditulis sekitar200 tahun, sebelum masyarakat Barat menemukan kacamata. Ibnu al-Hamdis menggambarkan kacamata lewat syairnya antara lain sebagai berikut:
''Benda bening menunjukkan tulisan dalam sebuah buku untuk mata, benda bening seperti air, tapi benda ini merupakan batu. Benda itu meninggalkan bekas kebasahan di pipi, basah seperti sebuah gambar sungai yang terbentuk dari keringatnya,'' tutur al-Hamdis.
Al-Hamdis melanjutkan, ''Ini seperti seorang yang manusia yang pintar, yang menerjemahkan sebuah sandi-sandi kamera yang sulit diterjemahkan. Ini juga sebuah pengobatan yang baik bagi orang tua yang lemah penglihatannya, dan orang tua menulis kecil dalam mata mereka.''
Syair al-Hamids itu telah mematahkan klaim peradaban Barat sebagai penemu kacamata pertama. Pada puisi ketiga, penyair Muslim legendaris itu mengatakan, "Benda ini tembus cahaya (kaca) untuk mata dan menunjukkan tulisan dalam buku, tapi ini batang tubuhnya terbuat dari batu (rock)".
Selanjutnya dalam dua puisi, al-Hamids menyebutkan bahwa kacamata merupakan alat pengobatan yang terbaik bagi orang tua yang menderita cacat/memiliki penglihatan yang lemah. Dengan menggunakan kacamata, papar al-Hamdis, seseorang akan melihat garis pembesaran.
Dalam puisi keempatnya, al-Hamdis mencoba menjelaskan dan menggambarkan kacamata sebagai berikut: "Ini akan meninggalkan tanda di pipi, seperti sebuah sungai". Menurut penelitian Lutfallah, penggunaan kacamata mulai meluas di dunia Islam pada abad ke-13 M. Fakta itu terungkap dalam lukisan, buku sejarah, kaligrafi dan syair.
Dalam salah satu syairnya, Ahmad al-Attar al-Masri telah menyebutkan kacamata. "Usia ua datang setelah muda, saya pernah mempunyai penglihatan yang kuat, dan sekarang mata saya terbuat dari kaca." Sementara itu,sSejarawan al-Sakhawi, mengungkapkan, tentang seorang kaligrafer Sharaf Ibnu Amir al-Mardini (wafat tahun 1447 M). "Dia meninggal pada usia melewati 100 tahun; dia pernah memiliki pikiran sehat dan dia melanjutkan menulis tanpa cermin/kaca. "Sebuah cermin disini rupanya seperti lensa,'' papar al-Sakhawi.
Fakta lain yang mampu membuktikan bahwa peradaban Islam telah lebih dulu menemukan kacamata adalah pencapaian dokter Muslim dalam ophtalmologi, ilmu tentang mata. Dalam karanya tentang ophtalmologi, Julius Hirschberg , menyebutkan, dokter spesialis mata Muslim tak menyebutkan kacamata. ''Namun itu tak berarti bahwa peradaban Islam tak mengenal kacamata,'' tegas Lutfallah. desy susilawati
Eropa dan Penemuan Kacamata
Pada abad ke-13 M, sarjana Inggris, Roger Bacon (1214 M - 1294 M), menulis tentang kaca pembesar dan menjelaskan bagaimana membesarkan benda menggunakan sepotong kaca. "Untuk alasan ini, alat-alat ini sangat bermanfaat untuk orang-orang tua dan orang-orang yang memiliki kelamahan pada penglihatan, alat ini disediakan untuk mereka agar bisa melihat benda yang kecil, jika itu cukup diperbesar," jelas Roger Bacon.
Beberapa sejarawan ilmu pengetahuan menyebutkan Bacon telah mengadopsi ilmu pengetahuannya dari ilmuwan Muslim, Ibnu al-Haitam. Bacon terpengaruh dengan kitab yang ditulis al-Haitham berjudul Ktab al-Manazir Kitab tentang Optik. Kitab karya al-Haitham itu ternyata telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.
Ide pembesaran dengan bentuk kaca telah dicetuskan jauh sebelumnya oleh al-Haitham. Namun, sayangnya dari beberapa bukti yang ada, penggunaan kaca pembesar untuk membaca pertama disebutkan dalam bukunya Bacon.
Julius Hirschberg, sejarawan ophthalmologi (ilmu pengobatan mata), menyebutkan dalam bukunya, bahwa perbesaran batu diawali dengan penemuan kaca pembesar dan barulah kacamata tahun 1300 atau abad ke-13 M. "Ibnu al-Haitham hanya melakukan penelitian mengenai pembesaran pada abad ke - 11 M," cetusnya Hirschberg.
Kacamata pertama disebutkan dalam buku pengobatan di Eropa pada abad ke-14 M. Bernard Gordon, Profesor pengobatan di Universitas Montpellier di selatan Perancis, mengatakan di tahun 1305 M tentang tetes mata (obat mata) sebagai alternatif bagi orang-orang tua yang tidak menggunakan kacamata.
Tahun 1353 M, Guy de Chauliac menyebutkan jenis obat mata lain untuk menyembuhkan mata, dia mengatakan lebih baik menggunakan kacamata jika obat mata tidak berfungsi.
Selain para ilmuwan di atas, adapula tiga cerita yang berbeda disebutkan oleh sarjana Italia, Redi (wafat tahun 1697). Cerita pertama, disebutkan dalam manuskrip Redi tahun 1299 M. Disebutkan dalam pembukaan bahwa pengarang adalah orang yang sudah tua dan tidak bisa membaca tanpa kacamata, yang ditemukan pada zamannya.
Cerita kedua, juga diceritakan oleh Redi, menunjukkan bahwa kacamata disebutkan dalam sebuah pidato yang jelas tahun 1305 M, dimana pembicara mengatakan bahwa perlatan ini ditemukan tidak lebih cepat dari 20 tahun sebelum pidato tersebut diungkapkan.
Cerita ketiga, menyebutkan bahwa biarawan (the monk) Alexander dari Spina (sebelah timur Itali) belajar bagaimana menggunakan kacamata. Dia wafat tahun 1313 M.
Akhirnya tiga versi cerita berbeda tersebut menyebarluas, karena banyak buku lain yang mengadopsi cerita-cerita yang disebutkan Redi setelah dia wafat. Namun, beberapa sejarahwan ilmu pengetahuan mengatakan bahwa Redi telah membuat cerita bohong dan mereka tidak percaya.
Bahkan, dalam buku Julius Hirschberg, juga disebutkan tentang cerita Redi itu, ditulis antara tahun 1899 dan 1918 di Jerman dan banyak informasi yang sudah tua dan banyak yang diperbaharui. Buku tersebut kemudian diterjemahkan (tanpa revisi) ke dalam bahasa Inggris dan dipublikasikan tahun 1985. Hasilnya, cerita Redi menyebar di Inggris, artikel penelitian itu ditolak kebenaran ceritanya dan ini ditolak Julius Hirschberg.
Beberapa cerita bohong lain juga ditulis oleh seorang jurnalis di pertengahan abad ke 19 M. Dia mengklaim Roger Bacon merupakan penemu kacamata seperti. Bahkan ia juga menyebutkan bahwa biarawan (the Monk) Alexander juga telah diajarkan Roger Bacon bagaimana menggunakan kacamata. Kabar ini tentu saja dengan cepat menyebar.
Kebohongan lain juga terlihat pada sebuah nisan. Seorang pengarang menunjukkan bahwa sebuah nisan di kuburan Nasrani yang berada di gereja, tertulis sebuah kalimat, "disini beristirahat Florence, penemu kacamata, Tuhan mengampuni dosanya, tahun 1317". Masih banyak cerita atau mitos lainnya tentang penemu dan pembuatan kacamata di Eropa. Semua mengklaim sebagai penemu pertama alat bantu baca dan melihat itu.
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/09/04/30/47404-rahasia-di-balik-penemuan-kacamata
Tips Cara Memilih Jilbab Sesuai Bentuk Wajah
Tips Cara Memilih Jilbab Sesuai Bentuk Wajah
Memilih Jilbab Untuk Wajah Bulat
Pemilik wajah bulat harus cermat dan tepat memilih jenis jilbab yang akan dikenakan, karena jika salah pilih jilbab jadinya wajah Anda akan terlihat kembung dan gemuk. Untuk Anda yang memiliki wajah bulat, siasati jilbab dengan undercaps (Topi) yang mudah ditemukan di pasaran biasanya jilbab instan / langsungan sudah dilengkapi topi. Ekor kuda rambut Anda jika panjang, kemudian gunakan undercaps, jangan dicepol atau dikonde karena akan memberikan kesan kepala Anda bulat. Ikat jilbab, kemudian di bagian pipi bisa ditarik sampai separuh bagian pipi tertutup. Pastikan juga Anda kerasa nyaman dan tidak sesak ya. Berikutnya Anda bisa memasukkan sisa jilbab atau menghiasnya dengan bros.
Rekomendasi pemakai jilbab bagi yang berwajah bulat adalah : Jilbab Langsungan / Instan atau bisa diganti dengan memakai dalaman yang bertopi jika memakai jilbab segitiga atau jilbab panjang.
Bentuk Wajah Lonjong atau Panjang
Untuk Anda yang berwajah lonjong atau panjang, Turkish style adalah yang paling pas dikenakan, karena akan memberikan kesan penuh dan lebih padat bagi wajah yang panjang. Anda boleh menggelung rambut Anda agar bentuk kepala Anda lebih bagus dan seimbang dengan wajah.
Rekomendasi Jilbab : Jilbab segitiga dengan dalaman (Ciput) bercepol / konde.
Bentuk Wajah Persegi
Untuk Anda yang berwajah persegi sebaiknya gunakan jilbab rounded shape yang akan membingkai wajah menjadi lebih lembut dan menghilangkan garis-garis tajamnya. Hindari menggunakan warna-warna keras dan menyolok. Gunakan warna soft atau layer sehingga wajah terlihat lebih full.
Rekomendasi Jilbab : Jilbab Paris atau Jilbab Segi Empat dengan dalaman biasa tanpa cepol / konde
Bentuk Wajah Oval
Bagi Anda yang berwajah oval, Anda bebas menggunakan berbagai macam style jilbab. Tinggal Anda padukan saja mana yang pas dengan warna kulit dan baju Anda. Sekejap Anda akan menjadi lebih anggun dan manis.
http://www.tokobajucitra.com/blog/tips-cara-memilih-jilbab-sesuai-bentuk-wajah
Selasa, 06 Januari 2015
Ron’s Laboratory (Nitrogen Ice Cream)
Ron’s Laboratory (Nitrogen Ice Cream)
Pakai nama “laboratory” karena konsepnya adalah sebuah laboratorium yang membuat ice-cream dengan nitrogen cair. Ice-creamnya sangat halus….tipe gelato. Selain ice-cream, juga ada minuman kopi, yoghurt dan sorbet. Suasana laboratorium juga terlihat dari staff uniform-nya yang berupa jas laboratorium berwarna putih. Salah satu dinding restaurant dihias dengan tulisan-tulisan reaksi kimia! Secara umum, konsep ‘laboratorium’nya sangat kuat.Antri untuk memesan ternyata tidak terlalu lama. Harga ice-cream gelato-nya berkisar di atas Rp 50.000,-. Anak saya, Maxi langsung berkomentar “overprice’…., karena ia membandingkan dengan ice-cream favoritnya, HaagenDasz yang harganya di bawah Rp 50.000,- Tapi…sekali-sekali, it’s good to try something new….. Akhirnya Devani memesan Salted Caramel Popcorn (ada popcorn di ice-creamnya lho!), Maxi sebagai penggemar Star Wars memilih Ultimate Dark Vader (ini adalah dark chocolate ice-cream) dan saya yang berusaha memilih ice-cream dengan kalori lebih rendah, memesan Matcha Mochi (green-tea ice-cream). Masing-masing pesanan harganya Rp 55.000,- sehingga total bill kami adalah Rp 165.000,- (rupanya harga sudah termasuk pajak).
Setelah memesan, perjuangan berikutnya adalah mencari tempat duduk….. Suasana restaurant penuh di sore itu sehingga orang yang mengantri meja perlu berdiri di dekat meja dengan pengunjung yang tampaknya sudah hampir selesai. Sebenarnya saya kurang suka “mengintimidasi” orang untuk segera beranjak dari tempat duduknya, tapi apa boleh buat….. Kalau nggak begitu….ice-cream kita bakalan sudah mencair sebelum kita berhasil duduk. Proses pembuatan ice-cream ternyata cukup lama….pesanan kami keluar satu persatu, bisa diambil di dekat Cashier. Sekitar 10 menit kami menunggu ice-cream pesanan kami, pas berhasil dapat meja untuk duduk.
Bagaimana rasa ice-cream seharga lima puluh ribuan? Hmmm….rasanya sangat halus. Keistimewaannya terletak pada paduan ice-cream dengan topping-nya. Ada popcorn di ice-cream Devani…jadi rasanya mirip seperti caramel popcorn yang biasa dijual di bioskop. Matcha ice-cream saya juga sangat lembut, dengan topping mochi black sesame. Saya tidak sempat mencicipi Ultimate Dark Vader Maxi…tapi tampaknya juga yummy…meski menurut Maxi, tetap lebih enak ice-cream Haagen Dasz.
Yang unik, ada juga “injection” ….yang isinya benar-benar dimasukkan ke dalam alat suntik. Ada pilihan isi “suntikan” keju, coklat, coffee. Pilihan menu juga terus-menerus di-up-date jika kita melihat perjalanan Ron’s Laboratory melalui Facebook account-nya di https://www.facebook.com/ronslaboratory dan website resminya di http://www.ronslaboratory.com/ (ketika post ini ditulis, website belum beroperasi penuh).
Sambil menikmati ice-cream, saya berdiskusi dengan Devani dan Maxi tentang pentingnya menciptakan konsep yang unik, dalam hal ini untuk sebuah dessert restaurant. Ada banyak dessert cafe, sehingga jika ingin sukses menonjol….pemain baru harus tampil beda. Menurut saya, Ronald Prasanto sebagai ‘creator’ Ron’s Laboratory berhasil menempatkan Ron’s Laboratory sebagai salah satu tempat hang-out favorit bagi warga Jakarta…khususnya kaum remajanya.
http://anakjajan.com/2013/11/07/rons-laboratory-nitrogen-ice-cream/
Iga Sapi Bakar Empuk
Iga Sapi Bakar Empuk
Hampir semua orang pasti menyukai iga sapi berdaging tebal ini. Selain bumbunya meresap, dagingnya juga empuk memanjakan lidah dan perut. Jika siang ini ingin memuaskan selera dengan menikmati kelezatan iga bakar. Ada baiknya intip dulu info yang satu ini!Iga sapi bakar? Hmm... siapa yang tak kenal dengan makanan yang satu ini. Kelezatan rasanya membuat hidangan ini hampir disukai semua orang. Tak heran jika kini banyak bertebaran penjual iga dari resto besar hingga kelas rumah makan yang menawarkan iga dengan harga terjangkau.
Iga sapi bakar biasanya berbahan dasar iga sapi bagian belakang. Sebab di bagian tersebut tulangnya besar dan dagingnya agak tebal sehingga enak dibuat iga bakar. Iga yang berasal dari sapi lokal biasanya dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan yang import seperti sapi Australia atau Amerika. Oleh karena itu kebanyakan rumah makan memilih iga sapi lokal.
Iga sapi ditawarkan dengan beragam jenis bumbu yang bisa jadi pilihan. Mulai dari yang berbumbu kecap, madu, bawang, bumbu BBQ, dan bumbu Bali. Sebelum dibakar iga sapi yang sudah dipotong direbus dulu dalam bumbu hingga meresap ke dalam daging. Sehingga saat dimakan terasa hmm maknyusss... enaknya!
Buat yang siang ini ingin menikmati makan siang bermenu iga sapi bakar, list resto di bawah ini mungkin bisa jadi alternatif pilihan.
Iga Panggang Panglima BBQ Ribs
Jl. Gandaria tengah II/30
Jakarta
Telp: 08159268289/081514041263
Rumah Makan Sapi Bali
Jalan Cibulan Raya No. 17A
Kebayoran Baru
Jakarta Selatan
Telpon: 021-727-86442
Mamink Daeng Tata
Jl. Abdulah Syafei Casablanca No.33
Tebet - Jakarta
Telp: 021-8315555/70150000
Q Smokehouse Factory
Jl. Panglima Polim IX/16
Jakarta Selatan
Telp: 021-7200671/7200672
Abuba Steak
Jl. K.H. Wahid Hasyim No.120
Jakarta Pusat
Telp: 021-31935655, 31927016
Bakmi Cimon
Jl. Prof.Dr.Satrio No.8
(Sebelum resto Ayam Taliwang)
Casablanca, Jakarta
Telp: 021-95139518
Tony Roma's
Panin Bank Centre Lt.GF
Jl. Jend Sudirman, Kavling No.11
Jakarta
Telp: 021-7202735
(Odi/dev)
http://food.detik.com/read/2009/07/31/120415/1175022/294/nyam-nyam-iga-sapi-bakar-empuk
Rupiah Jadi Mata Uang Tak Berharga di Dunia, Ini Komentar BI
Rupiah Jadi Mata Uang Tak Berharga di Dunia, Ini Komentar BI
Liputan6.com, Surabaya - Rupiah menjadi mata uang dengan nilai terendah keempat dari 180 negara dunia. Level ini diperingkat berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang masih menjadi mata uang acuan, atau patokan nilai tukar bagi mata uang lainnya.
Menanggapi hal itu, Bank Indonesia menilai itu bukan suatu hal yang patut dipermasalahkan mengingat hal itu hanya soal pencantuman angka saja.
"Kalau soal nilai, itu hanya soal denominasi aja. Lihat saja nanti kalau redenominasi (pengurangan nol) rupiah sudah dilakukan," kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Solikin M Juhro di Perpustakaan Bank Indonesia, Surabaya, Sabtu (13/12/2014).
Solikin menjelaskan, rencana Bank Indonesia mengenai redenominasi merupakan salah satu hal yang dalam jangka panjang mengenai penilaian masyarakat maupun dunia internasional agar tidak lagi dipandang sebelah mata.
Saat ini terdapat 15 mata uang dengan nilai tukar yang paling rendah terhadap dolar AS. Dalam daftar tersebut, ternyata mata uang Indonesia, rupiah, termasuk dalam salah satu mata uang paling tidak berharga.
Menurut data itu, Indonesia menempati posisi ke-4 sebagai negara dengan nilai mata uang terendah di dunia. Sampai saat ini, 1 US$ setara dengan Rp 12.467.
Nilai tukar tersebut merupakan nilai terlemah sejak Agustus lalu, yaitu sekitar 1,3 persen, demikian menurut Bloomberg, Sabtu (13/12/2014).
Majalah The Economist menyebutkan, bahwa masalah indonesia adalah infrastruktur yang jelek, pemerintahan yang birokratis dan korupsi yang menggurita. Kondisi inilah yang membuat nilai tukar rupiah sangat rendah terhadap dolar AS.
Adapun negara dengan mata uang sampah nomor 1 di dunia adalah Iran dengan mata uangnya rial. Mengikuti rial, ada mata uang dong dari Vietnam dan mata uang dobra dari Sao Tome yang menempati posisi ke2 dan ke-3 di atas Indonesia. (Yas/Ndw)
http://bisnis.liputan6.com/read/2146947/rupiah-jadi-mata-uang-tak-berharga-di-dunia-ini-komentar-bi
Kerjasama Kemhan dan DIRI AS untuk Tingkatkan Sistem Pertahanan RI Berlanjut
Kerjasama Kemhan dan DIRI AS untuk Tingkatkan Sistem Pertahanan RI Berlanjut
Jakarta - Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI kembali menggandeng Defense Institution Reform Initiative (DIRI) Amerika Serikat untuk meningkatkan pertahanan Indonesia di tahun 2015. Kerjasama ini merupakan salah satu action plan tahun 2015 untuk memperluas cakupan program DIRI sebelumnya."Penandatanganan action plan 2015 diharapkan mempererat kerjasama antara kedua negara di bidang pertahanan dalam rangka peningkatan confidence building measures dan peningkatan sistem pertahanan Indonesia," kata Sekjen Kemhan Letjen TNI Ediwan Prabowo usai menandatangai MoU kerjasama Kemhan dan DIRI AS di Gedung Kemhan, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (7/1/2014).
Ediwan mengatakan, action plan DIRI 2015 melibatkan Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan (Strahan), Direktur Jenderal Potensi Pertahanan (Pothan), satuan kerja unit organisasi TNI dan angkatan. DIRI melaksanakan upaya penguatan institusi pertahanan di Indonesia termasuk Mabes TNI dan Mabes Angkatan.
Ediwan menjelaskan program ini merupakan lanjutan dari program tahun 2014, di mana pada tahun itu DIRI sudah berkunjung sebanyak 8 kali ke Jakarta. Program DIRI telah membuka manfaat bagi pengembangan manajemen pertahanan, mulai dari tingkat strategis sampai dengan teknis. Tim DIRI telah memberikan berbagai masukan mengenai International Best Practises dalam bidang pertahanan.
"Selama tahun 2014 juga, program DIRI telah melibatkan Kementerian Pertahanan melalui Ditjen Renhan (Perencanaan Pertahanan) yang memfokuskan program pada aspek perencanaan strategis dan perencanaan anggaran," jelas Ediwan.
Dia menuturkan, Kemhan dan TNI telah mengadopsi sebagian dari International Best Practises di bidang sumber daya pertahanan, dan terus berusaha untuk memperbaiki proses manajemen sumber daya pertahanan. Ediwan menambahkan, US DIRI akan terus melanjutkan pertemuan dengan para pejabat dan staf perencanaan Kemhan dalam upaya peningkatan kapabilitas TNI.
"Bagi DIRI, bekerja di Indonesia adalah komitmen jangka panjang antara Dephan AS dengan Kemhan RI sebagai hasil nyata dari kemitraan komperhensif yang sedang berlangsung antara Pemerintah AS dengan Pemerintah RI," tambah Ediwan
http://news.detik.com/read/2015/01/07/114411/2796174/10/kerjasama-kemhan-dan-diri-as-untuk-tingkatkan-sistem-pertahanan-ri-berlanjut
Terapkan Akuntansi Berbasis Akrual, Kemendagri Rakor Bareng KPK dan BPK
Terapkan Akuntansi Berbasis Akrual, Kemendagri Rakor Bareng KPK dan BPK
MedanBisnis - Jakarta. Kementerian Dalam Negeri akan menerapkan akuntansi berbasis akrual bagi pemerintah daerah dan jajarannya. Dengan demikian seluruh transaksi keuangan dari tingkat daerah hingga ke pusat dapat lebih transparan.
"Berdasarkan laporan yang lalu, baru ada 26 persen dari Pemerintah Daerah yang mendapat opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK. Untuk itu perlu kita tingkatkan lagi dengan akuntansi berbasis akrual," ujar Mendagri Tjahjo Kumolo di Ruang Sasana Bakti Kemendagri, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (17/12).
Rapat ini dihadiri oleh para pejabat eselon I di lingkungan Kemendagri dan Pemerintahan Daerah. Hadir pula BPK RI, perwakilan Kedubes Australia, dan DPD RI.
"Nanti akan hadir pula KPK untuk memberikan pembekalan mengenai transparansi anggaran di pemerintahan," imbuh Tjahjo.
Akuntansi berbasis akrual adalah pencatatan transaksi baik pengeluaran atau pemasukan pada saat transaksi tersebut terjadi. Cara ini dipandang lebih efektif dan efisien.
"Nanti juga akan ada pengarahan dari Bapak Ketua DPD RI dan saya kira harus diperhatikan dengan baik. Apa pun hubungan Pemerintah Daerah dan DPRD harus berjalan dengan baik," pungkas Tjahjo.(dtc)
reff: http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/12/17/136172/terapkan-akuntansi-berbasis-akrual-kemendagri-rakor-bareng-kpk-dan-bpk/#.VKzER0Dz6ho
PUISI
Terasa Satu Pandang
Hidup ini indah
Tapi tak indah dengan segala macam tipu daya
Dunia ini unik
Tapi tak unik dengan segala lelucon manusia
Udara pun sejuk
Tapi tak sejuk dengan senyuman yang licik
Pantai pun terasa damai
Tapi tak sedamai ketika hidup selalu sendiri
Keinginan
Kita bersama berjuang
Tapi pejuang yang berbeda
Beda kenikmatan tapi satu tujuan
Tak jarang ingin seperti mereka
Melakukan apapun tanpa pikir panjang
Banyak keinginan banyak juga hempasan nafas yang menyadarkan
Aku disini berdiri sendiri
Berharap semua kan indah
Berharap orang tua kan bahagia
Impian Cinta
Cinta adalah air jernih
Yang bisa dirasa oleh siapa saja
Ketika cinta dipertemukan
Saat itu sejati kan datang
Ketika cahaya menyinari bumi
Saat itu pula aku ingin terjaga bersamanya
Memulai waktu untuk masa depan
Memulai mimpi dengan cita
Dan berakhir bahagia
Langganan:
Postingan (Atom)