Kamis, 07 November 2013
Menurunnya KOPERASI Indonesia
Menurunnya KOPERASI Indonesia
Pembangunan koperasi yang dilaksanakan selama Repelita IV, secara kuantitatif (usaha koperasi) telah menunjukkan hasil yang cukup memadai. Namun demikian, agar hasil yang telah dicapai tersebut dapat berkesinambungan maka diperlukan perkembangan pembangunan koperasi secara kualitatif. Apabila secara kualitatif (kelembagaan koperasi) koperasi yang ber¬sangkutan cukup berkembang maka peranannya dalam perekonomian nasional pada umumnya, dan dalam pembangunan pada khususnya, akan makin meningkat. Keadaan koperasi selama periode Repelita IV dapat digambarkan sebagai berikut.
A. Keadaan Kelembagaan Koperasi
Tujuan kebijaksanaan dan program pembinaan kelembagaan koperasi selama Repelita IV adalah:
(1) meningkatkan kemam¬- puan organisasi, tata laksana dan pengawasan koperasi;
(2) meningkatkan kemampuan alat perlengkapan koperasi;
(3) Meningkatkan kemampuan berkoperasi para anggota; serta
(4) lebih menanamkan pengertian berkoperasi pada masyarakat luas. Kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan kebijaksanaan dan program pembinaan
kelembagaan koperasi adalah:
(a) menyempurnakan pembinaan kelembagaan koperasi di bidang organisasi, tata
laksana dan pengawasan;
(b) mendorong KUD agar membentuk dan mengembangkan unit organisasi dan
usaha;
(c) menyelenggarakan latihan dan penataran serta penyuluhan bagi alat perlengkapan
organisasi.
Selama kurun waktu yang sama KUD meningkat sehingga menjadi 7.470 KUD pada tahun 1987, atau meningkat rata-rata sebesar 4,3% per tahun. Dalam pada itu perkembangan jumlah anggota koperasi menunjukkan bahwa pada tahun 1983 baru mencapai 13.652 ribu orang dan pada tahun 1987 telah mencapai 25.545 ribu orang, atau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 21,8% per tahun. Sementara itu jumlah anggota KUD yang pada tahun 1983 baru mencapai sebesar 9.608 ribu orang, pada tahun 1987 telah me-ningkat menjadi 16.682 ribu orang, atau mengalami kenaikan rata-rata sebesar 18,4% per tahun.
Selain pengurus dan badan pemeriksa, koperasi mempunyai alat perlengkapan organisasi yang lain, yaitu Rapat Anggota Tahunan (RAT). Alat perlengkapan ini dapat berfungsi sebagai alat pengukur perkembangan peranan para anggota dalam setiap koperasi. Dari jumlah koperasi yang ada, yang telah mampu menyelenggarakan RAT meningkat dari 13.761 buah pada tahun 1983 menjadi 18.021 buah pada tahun 1987, atau mengalami kenaikan rata-rata sebesar 7,7% per tahun.
Alat perlengkapan organisasi berikutnya yang sangat me¬nentukan perkembangan koperasi adalah pengurus. Pada umumnya sejak saat pembentukan, setiap koperasi telah mempunyai pe-ngurus. Kemudian menyusul dibentuk badan pemeriksa. Di samping alat perlengkapan organisasi, suatu koperasi memerlukan paling sedikit seorang manajer untuk mengelola usahanya. Perkembangan jumlah manajer selama Repelita IV masih memprihatinkan.
Pada tahun 1983 jumlah manajer koperasi mencapai 9.328 orang, kemudian pada tahun 1987 menurun men¬- jadi 6.393 orang, atau mengalami penurunan rata-rata 7,9% per tahun. Dalam pada itu, KUD memiliki jumlah persentase manajer
yang lebih besar dibanding bukan KUD. Pada tahun 1987 sebanyak 72,1% dari KUD yang ada telah memiliki manajer di lain pihak dari non KUD yang ada pada tahun itu hanya 4,3% yang usahanya dikelola oleh manajer.
Dalam upaya untuk meningkatkan peranan wanita di bidang perkoperasian telah dilaksanakan latihan kerja dan pembentukan kelompok usaha bersama. Pada tahun 1987 koperasi yang dibentuk oleh para wanita telah berjumlah 769 buah dengan anggota sebanyak 367,8 ribu orang.
Modal usaha yang dimiliki koperasi-koperasi tersebut mencapai sekitar Rp 9,1 milyar. Kegiatan usaha koperasi-koperasi tersebut antara lain: menyelenggarakan simpan pinjam, Kredit Candak Kulak (KCK), pertokoan, berjualan pakaian jadi, serta melaksanakan serba usaha dan jimpitan beras. Jumlah wanita yang menjadi anggota koperasi sampai dengan tahun terakhir Repelita IV telah mencapai sekitar 1.376,7 ribuorang. Sementara itu, dalam upaya pengembangan sistem perkoperasian secara nasional, telah dibina dan dikembangkan lembaga-lembaga keuangan koperasi melalui pemantapan Koperasi Asuransi Indonesia (KAI) dan Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN).
Selama Repelita IV, melalui merger dan pengenalan manajemen modern, BUKOPIN telah menjadi bank tunggal koperasi, dengan nasabah yang semakin berkembang dan mencakup berbagai jenis koperasi yang ada di Indonesia seperti: Induk, Gabungan, Pusat maupun koperasi-koperasi primer lainnya. Di samping itu diusahakan dan didorong pula pertumbuhan dan pengembangan Koperasi Jasa Audit (KJA) sebagai, upaya dalam mewujudkan prinsip dasar koperasi di bidang pemeriksaan, yaitu, dari koperasi, oleh koperasi dan untuk koperasi. Dengan berperannya KJA dalam melakukan pemeriksaan terhadap 335 koperasi-koperasi, diharapkan KJA akan dapat merupakan salah satu landasan strategis menuju kemandirian koperasi.
Lebih jauh lagi, rangsangan yang ditimbulkan oleh pemerintah di bidang kelembagaan telah mendorong terbentuknya Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Koperasi dan Akademi Koperasi yang dibiayai oleh gerakan koperasi sendiri. Selain itu, untuk dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga-tenaga yang lebih profesional di bidang perkoperasian, perhatian khusus telah diberikan kepada pembinaan dan pengembangan Institut Koperasi Indonesia (IKOPIN). Sebagai sarana untuk menyeleng¬garakan latihan, penataran dan penyuluhan bagi alat perlengkapan organisasi koperasi digunakan Balai Latihan Koperasi (Balatkop) yang ada di setiap propinsi, kecuali DKI Jakarta. Bahkan di beberapa propinsi tersedia lebih dari satu Balatkop, misalnya di Sumatera Utara, Jawa Tengah, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat. Di samping itu, khusus di DKI Jakarta telah dibangun Pusat Latihan dan Penataran Koperasi (Puslatpenkop).
Sasaran dari pelatihan, penataran dan penyuluhan kope- rasi adalah mereka yang berkecimpung dalam koperasi, yang terdiri atas anggota pengurus, anggota badan pemeriksa, para kader koperasi, manajer dan karyawan koperasi. Jumlah tenaga koperasi tersebut yang memperoleh latihan, penataran dan pe¬nyuluhan selama Repelita III mencapai 89.923 orang. Dalam periode Repelita IV sampai dengan akhir Maret 1987 jumlahnya menurun menjadi 59.057 orang Penurunan ini disebabkan oleh diterapkannya persyaratan yang lebih ketat bagi calon peserta selain itu untuk sementara jumlah yang ada dipandang sudah memadai.
Selain sasaran tersebut, latihan, penataran dan penyu¬lu- han koperasi ditujukan pula kepada kelompok masyarakat, seperti dosen, pemuda, pramuka, wanita, pemuka agama, warta- wan, dan sebagainya. Kader dari kelompok masyarakat tersebut yang telah berkesempatan mengikuti pendidikan perkoperasian selama Repelita III berjumlah 5.139 orang. Jumlah tersebut dalam Repelita IV (sampai dengan akhir Maret 1987) meningkat menjadi 14.276 orang.
Penyuluhan yang mencakup sasaran lebih luas dilakukan dengan tujuan memasyarakatkan dan membudayakan koperasi. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam berbagai bentuk, seperti ceramah, diskusi, pameran, kesenian, tulisan-tulisan di surat-surat kabar, majalah dan buku perkoperasian. Di samping itu kegiatan penerangan dan penyuluhan koperasi juga dilakukan melalui siaran radio dan televisi.
http://sinyohendri.wordpress.com/2010/11/01/menurunnya-koperasi-indonesia/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar